Oleh: Yusron, S.Pd., M.Si. Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri
Tema hari AIDS[1] Sedunia tahun ini adalah World AIDS Day 35: Remember and Commit (Hari AIDS Sedunia ke-35: Ingat dan Berkomitmen). Acara peringatan tahunan ini berfungsi sebagai pengingat perjuangan global untuk mengakhiri stigma mengenai HIV[2]. Selain itu, juga sebuah seruan untuk berkomitmen bekerja menuju hari ketika HIV tidak lagi menjadi ancaman kesehatan masyarakat.[3]
Walaupun sudah beberapa decade dilakukan upaya-upaya yang serius untuk paling tidak meminimalisasi dampaknya, tetapi epidemi AIDS terus menyebar dan mengancam kemajuan umat manusia dan pembangunan ekonomi. AIDS itu berwajah ganda: satu wajah merupakan masalah sistem kesehatan dan wajah lainnya merupakan masalah pembangunan ekonomi.[4] Berwajah ganda dalam istilah Dewa Romawi direpresentasikan oleh Dewa Janus.[5] Dari nama dewa inilah kemudian muncul istilah Janus Face atau wajah ganda. Istilah Janus face dipopulerkan oleh Jose Casanova (Kulska, 2015).[6] AIDS adalah tahap akhir dan mematikan dari infeksi virus HIV.[7] Perlu diingat bahwa tanggapan yang efektif dalam menangani masalah AIDS dan pembangunan memerlukan pembuatan kebijakan berimbang yang direncanakan dengan cermat. Meskipun ada tragedy kemanusiaan dan bencana pembangunan yang disebabkan oleh pembangunan epidemic AIDS, namun kita tidak boleh membiarkan sumber daya yang dicurahkan untuk program HIV menutupi upaya-upaya pembangunan lain yang juga penting, termasuk perhatian pada bagian lain dari beban penyakit ini.[8]
Sejarah Awal HIV
Para ahli memperkirakan, virus HIV berasal dari simpanse dan simian immunodeficiency virus (SIV). Virus ini menyerang sistem kekebalan monyet dan kera. Pada 1999, peneliti mengidentifikasi galur SIV simpanse yang disebut SIVcpz identik dengan HIV. Diperkirakan, simpanse berburu dan memangsa monyet berukuran kecil yang terinfeksi SIV. Kedua galur virus ini lantas bergabung dan membentuk SIVcpz. Biang penyakit ini dapat menyebar ke simpanse dan manusia. Virus SIVcpz kemungkinan bisa menyerang manusia lantaran pemburu di Afrika memakan daging simpanse yang terinfeksi biang penyakit, atau darah simpanse masuk ke tubuh pemburu lewat celah luka di kulit pemburu. Penularan pertama SIV ke HIV pada manusia ini diperkirakan menjadi tonggak awal sejarah hiv/aids pertama kali ditemukan pada 1920. Sejak itu pandemi HIV merebak di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, Afrika. Dari sana, virus turut menyebar lewat pekerja migran dan perdagangan seks. Pada 1960, HIV menyebar dari Afrika ke Haiti dan Karibia. Pada 1970, virus HIV diperkirakan masuk ke AS dan menyebar ke seluruh dunia.[9]
Sejarah AIDS
Sejarah mencatat, HIV/AIDS kali pertama menjadi sotoran publik ketika penyakit diumumkan di AS pada 1981 silam. Kala itu, ada lima orang yang awalnya merasakan gejala pneumonia. Penyakit infeksi karena jamur Pneumocystis jirovecii ini tidak berbahaya. Tapi, karena penderita memiliki daya tahan tubuh lemah, penyakitnya menjadi parah dan berat. Setahun berselang, penyakit gangguan sistem kekebalan tubuh ini sudah menyerang 335 orang. Dari jumlah tersebut 136 penderita di antaranya meninggal dunia. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) lantas menggunakan istilah AIDS untuk menggambarkan wabah penyakit baru itu, pada 1982. Di periode sama, AIDS juga mulai banyak dilaporkan di sejumlah negara Eropa. Baru pada 1984, peneliti mengidentifikasi penyebab HIV/AIDS berasal dari virus HIV. Sejak itu, tes HIV/AIDS mulai dilakukan. Pada 1985, Rock Hudson adalah sosok aktor pesohor pertama yang tercatat meninggal dunia karena AIDS. Ketika itu, tercatat sudah ada 20.000 kasus AIDS di seluruh dunia.[10]
Perkembangan HIV Saat Ini
Di Indonesia, virus HIV telah menginfeksi penduduk usia produktif an tara 15-24 tahun. Dengan melihat masa Iaten dari HIV menjadifol/ blown AIDS yang memakan waktu sekitar 5 hingga 10 tahun dapat diperkirakan bahwa penularan HIV ini sudah terjadi pada usia lebih dini. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena akan merusak generasi penerus bangsa dan berdampak buruk pada kualitas sumber daya manusia (SDM) yang akan datang. Oleh karena itu perlu adanya respons yang memadai dengan cakupan program yang tinggi.[11]
KasusAIDS paling banyak diketemukan pada pengguna jarum suntik di mana jumlahnya mencapai hampir separuhnya. Urutan kedua yang banyak terpapar AIDS adalah penduduk yang melakukan seks tidak aman pada pasangannya (heteroseksual). Meskipun angkanya masih relatif kecil, kasus AIDS karena perinatal sudah mulai diketemukan di beberapa wilayah di Indonesia. Data menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan kasus HIV-AIDS karena perinatal. Hal ini perlu mendapat perhatian serius mengingat kelompok yang dianggap beresiko rendah telah banyak yang terpapar HIV-AIDS.[12]
Mengingat bahwa epidemi HIV terus meningkat maka diperlukan kepedulian dari semua pihak yang terkait dengan program penanggulangan HIV-AIDS untuk secara proaktif terlibat dalam komunikasi, penyebaran informasi maupun melakukan edukasi kepada masyarakat khususnya kelompok risiko tinggi. Dengan semakin meningkatnya kasus AIDS pada penduduk usia muda, penyebaran informasi untuk meningkatkan public awareness mengenai adanya bahaya HIV-AIDS nampaknya tidak dapat ditunda lagi. Selama ini kelompok usia muda tersebut masih kurang mendapatkan perhatian dari pihak-pihak yang peduli terhadap penanggulangan HIVAIDS. Hal ini antara lain disebabkan persepsi orang bahwa kelompok usia muda relatif masih ‘aman’ hila dibandingkan dengan pekerja seks. Persepsi demikian tidak selamanya benar karena dari studi kualitatifyang telah dilakukan ternyata kelompok usia muda/anak baru gede (ABG) ini telah terlibat dalamjaringan seksual multi-partner dengan kelompok usia yang diperkirakan telah terpapar dengan infeksi PMS termasuk HIV-AIDS. Oleh karena itu perilaku seksual remaja ini perlu mendapat perhatian dari kegiatan serosurvey sehingga kasus-kasus perubahan status sero negatip menjadi positip HIV di kalangan remaja ini dapat secepatnya terdeteksi dengan baik. Di samping itu, perlu diadakan pendekatan yang lebih terfokus pada kelompok-kelompok ini. Hal ini dapat dilakuk.an dengan penyebaran leaflet-leaflet dengan bahasa yang komunikatif di tempat yang biasa dipakai untuk mangkal para ‘ABG’ atau juga lewat sekolahsekolah dan universitas-universitas.[13]
Program untuk memutus mata rantai penyebaran HIV-AIDS perlu memperhatikan kelompok umurpenduduk dan disesuaikan dengan jenis intervensi. Program penyuluhan yang berkaitan dengan upaya peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan perilaku seksual yang positip perlu diikuti dengan upaya peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang antara lain mencakup pelayanan KB dan penanggulangan PMS. Hal ini perlu ditekankan pada kelompok remaja karena di satu sisi kelompok remaja ini rentan dalam penularan penyakit, namun di sisi lain pelayanan bagi kelompok ini kurang terstruktur karena pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan kegiatan seksuaVreproduksi umumnya ditujukan bagi kelompok orang dewasa dan sudah menikah. Sikap prejudice terhadap remaja yang mencari pertolongan kesehatan reproduksi di fasilitas pelayanan kesehatan umum perlu diluruskan agar remaja ini tidak canggung dan malu untuk datang berkonsultasi atau berobat. Bila hal ini dilakukan maka perlu kesiapan dari aparat pelayanan kesehatan guna memberikan pelayanan yang baik bagi kelompok remaja. [14]
Sosialisasi pencegahan penularan HIV-AIDS melalui formula ‘ABCD’ (Abstinence, Be faithful, use Condom, and no Drug use) perlu dimulai dari keluarga sebagai unit yang terkecil dalam masyarakat. Di samping itu, ajakan M.enteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan untuk mencegah HIV-AIDS, kecanduan narkotik dan Napza menjadi gerakan nasional dengan memadukan seluruh potensi masyarakat dapat segera dilakukan sebagai upaya pencegahan secara intensif.[15]
Penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia harus bersinergi dengan pemberantasan penggunaan narkoba. Hal ini mengingat penggunaan narkoba, terutama melalui jarum suntik merupakan media utama bagi penduduk untuk ketularan HIV-AIDS. Oleh karena itu, untuk memberantas penggunaan narkoba tersebut diperlukan bebagai pendekatan yang konprehensifmulai dari tingkat keluarga, sekolah dan masyarakat. Penyebaran informasi melalui berbagai macam penyuluhan kiranya perlu dilakukan secara aktif, terutama untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat Indonesia dalam penanggulangan dan pencegahan HIV-AIDS, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Hal ini kiranya perlu juga didukung dengan komitmen (political will) dari pemerintah untuk memberantas secara sungguh-sungguh pengedaran narkoba di Indonesia. Kesungguhan tersebut tentunya akan berdampak terhadap penurunan jumlah penderita HIV-AIDS di tanah air.[16]
Epilog
Untuk mengakhiri tulisan ini saya akan merujuk pada pendapat pakar, Birgit Poniatowski. Dr. Birgit Poniatowski, direktur eksekutif International AIDS Society (IAS), kepada BBC mengatakan bahwa kendati kita telah membuat kemajuan yang luar biasa selama 40 tahun terakhir, kita perlu terus berinvestasi, karena jika tidak, keuntungan yang kita peroleh akan hilang. HIV mempengaruhi negara berkembang secara tidak proporsional, tetapi pemikiran bahwa kelompok tertentu tidak mungkin terinfeksi adalah “kesalahpahaman.” Satu hal yang telah diperjelas oleh 40 tahun epidemi HIV adalah bahwa penyakit ini tidak mendiskriminasi. Ada orang yang hidup dengan HIV di setiap negara, dari berbagai kelompok usia, ras, etnis, jenis kelamin, profesi, agama, jenis kelamin atau orientasi seksual. Seks heteroseksual tanpa kondom masih merupakan bentuk penularan yang penting – seperti yang terjadi di Afrika Selatan, misalnya, negara yang sangat terbebani oleh HIV. Dan kontak seksual tanpa kondom bukanlah satu-satunya cara untuk tertular HIV. Berbagi atau menggunakan kembali jarum suntik juga menyebabkan sejumlah besar infeksi secara global, 10 persen dari semua infeksi secara global. [17]
[1] Singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome. Lihat, https://www.britannica.com/story/hivaids-just-the-facts. Diakses Rabu 22 November 2023 jam 17.53 WIB.
[2] Singkatan dari human immunodeficiency virus. Ibid.
[3] Lihat, https://www.hiv.gov/events/awareness-days/world-aids-day/. Diakses pada Kamis 23 November 2023 jam 8.20 WIB.
[4] Lihat, Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid 1, edisi kedelapan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), 445.
[5] Lihat, https://www.britannica.com/topic/Janus-Roman-god. Diakses pada Kamis 23 November 2023 jam 9.07 WIB.
[6] Joanna Kulska, “A Balanced Perception of Religion in International Relations”, https://www.e-ir.info/2015/07/09/a-balanced-perception-of-religion-in-international-relations/. E-International Relations. ISSN 2053-8626.
[7] Lihat, Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid 1, edisi kedelapan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), Ibid.
[8] Ibid., 448.
[9] Lihat, https://health.kompas.com/read/2022/08/25/163100868/sejarah-hiv-aids-dari-masa-ke-masa-dan-asal-usulnya?page=all. Diakses pada Kamis 23 November 2023 jam 10.45 WIB.
[10] Ibid.
[11] Lihat Purwaningsih dan Widayatun, “Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia: Tinjauan Sosio Demografis”, Jurnal Kependudukan Indonesia, Vol. III, No. 2, 2008, 91.
[12] Ibid.
[13] Ibid., 91-92.
[14] Ibid., 92.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Norberto Paredes, “Hari AIDS: ‘Saya merasa darah dan sperma saya beracun’, https://www.bbc.com/indonesia/majalah-55140056. 1 Desember 2020. Diakses pda Kamis 23 November 2023 jam 11.02 WIB.