Dinkes Kabupaten Kediri

MENANAM POHON, DEGRADASI LINGKUNGAN DAN DEFORESTASI

Oleh: Yusron, S.Pd., M.Si. (Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri)

Setiap 28 November, kita memperingati hari Menanam Pohon Indonesia. Hal ini berdasarkan Kepres Nomor 24/2008. Kepres ini dimaksudkan guna memberikan kesadaran dan kepedulian kepada masyarakat tentang pentingnya pemulihan kerusakan sumber daya hutan dan lahan melalui penanaman pohon. Dengan kata lain, melalui penanaman pohon kita akan bisa mencegah degradasi lingkungan hidup.

Nafis Sadik, Direktur Eksekutif United Nations Population Fund, 1991 mengatakan, “Hampir semua degradasi atau kerusakan lingkungan hidup dunia yang terjadi sekarang ini terutama sekali diakibatkan oleh dua kelompok manusia. Yang pertama adalah orang-orang yang paling kaya, sedangkan yang kedua adalah orang-orang yang paling miskin.” Perserikatan Bangsa-Bangsa, Human Development Report, 1995, melaporkan bahwa degradasi lingkungan merupakan salah satu ancaman terbesar bagi keamanan manusia.

Kerusakan atau degradasi lingkungan dapat menurunkan tingkat produktivitas sumber daya alam dan memunculkan berbagai macam masalah kesehatan dan gangguan kenyamanan hidup.[1] Singkat kata, munculmya degradasi lingkungan akan menimbulkan masalah kesehatan. Karena itulah saya ingin menuangkan concern saya mengenai masalah ini dalam tulisan.

Deforestasi hutan tropis

Kerusakan hutan tropis awalnya bisa disebabkan banyak hal, misalnya karena pertumbuhan penduduk, kemiskinan, masalah utang luar negeri dan kondisi perekonomian yang buruk. Namun untuk sebagian besar disebabkan karena perluasan lahan pertanian perkebunan, pembangunan berbagai proyek swasta besar dan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya kayu.[2]

Akibat lanjut kerusakan besar-besaran  hutan primer ialah meluasnya desertifikasi (proses penggurunan), punahnya berbagai tumbuhan dan hewan, erosi, polusi udara, air dan tanah, peningkatan terus-menerus jumlah karbondioksida yang menimbulkan perubahan pada atmosfer bumi. Semua ini menunjukkan kurangnya literasi kita, pemahaman dan kesadaran kita tentang daur hidup ekologis dan betapa tamaknya sejumlah manusia. Pada 1940 Mahatma Gandhi pernah berkata, “Yang ada cukup bagi kebutuhan setiap orang, tapi tidak bagi keserakahan beberapa orang”. Keserakahan inilah yang menjadi penggerak penting terjadi degradasi lingkungan dan deforestasi hutan.[3]

Dampak terhadap kesehatan

Menurut World Bank dalam World Development Report, 1992 ada beberapa konsekuensi-konsekuensi kesehatan atas terjadinya kerusakan lingkungan. Ada tujuh kategori masalah lingkungan yang berdampak terhadap kesehatan, yaitu:[4]

NoMasalah LingkunganDampak thd kesehatan
1Polusi air dan kelangkaan air bersihLebih dari 2 juta orang mati dan miliaran penyakit terjadi setiap tahunnya sebagai akibat dari tercemarnya air, kondisi kesehatan tiap keluarga sangat buruk dan rapuh akibat dari kelangkaan air bersih.
2Polusi udaraAneka penyakit akut dan kronis terutama saluran pernafasan & paru-paru; 300.000-700.000 manusia khususnya anak-anak meninggal secara dini per tahun; 400 juta-700 juta penduduk Dunia Ketiga, terutama wanita dan anak-anak mengalami gangguan pernafasan karena sistem ventilasi di rumah-rumah yang sangat buruk dan sering dipenuhi oleh kepulan asap kotor yang sangat menyesakkan.
3Limbah padat dan limbah yang berbahayaAneka penyakit akibat banjir dan limpahan sampah: teracuninya air serta sumber-sumbernya yang berskala lokal tapi sangat berbahaya bagi kesehatan.
4Degradasi kualitas tanahPenyusutan kecukupan gizi kalangan penduduk yang pa;ing miskin oleh karena lahan mereka semakin tidak mampu menyediakan bahan-bahan pangan secara memadai; kemungkinan menjadi gurun pasir juga semakin besar.
5Pembabatan hutan atau deforestasiBanjir yang akan banyak merenggut harta serta jiwa manusia; resiko pnyebaran penyakit.
6Kemerosotan biodiversitasSumber obat-obatan potensial yang sangat berharga lenyap.
7Perubahan kondisi atmosferKemungkinan penyebaran bibit-bibit penyakit lama dan baru; tekanan iklim, sinar matahari langsung, dan berbagai resiko mengerikan akibat penipisan lapisan ozon (300.000 kasus baru penyakit dan kanker kulit per tahun; 1,7 kasus katarak (penyakit mata) akibat terpaan langsung sinar ultraviolet.

Bagaimana mengukur deforestasi

Sebagaimana dilansir BBC London (28/6/2023)[5] bahwa hilangnya tutupan pohon dapat dipantau dengan relatif mudah dengan menganalisis citra satelit -meskipun kadang-kadang ada ketidakpastian mengenai tahun pasti hilangnya pohon.

Mengukur deforestasi -yang biasanya merujuk pada penghilangan permanen tutupan hutan alam yang disebabkan oleh manusia- lebih rumit karena tidak semua kehilangan tutupan pohon dihitung sebagai deforestasi. Misalnya, kerugian akibat kebakaran, penyakit atau badai, serta kerugian dalam hutan produksi lestari, biasanya tidak dihitung sebagai deforestasi. Ada kesulitan dalam hal ini -misalnya, beberapa kebakaran mungkin dimulai dengan sengaja untuk membuka hutan, bukan secara alami.

Para ilmuwan mencoba memperhitungkan semua faktor ini untuk menghasilkan perkiraan deforestasi.

Angka-angka terbaru menunjukkan peningkatan deforestasi global (yang disebabkan oleh manusia) sekitar 3,6% pada 2022, dibandingkan tahun 2021 -arah yang berlawanan dengan apa yang dijanjikan di Glasgow.[6] Menariknya, sementara hilangnya hutan tropis primer yang sangat penting meningkat hampir 10% pada 2022, secara keseluruhan kehilangan tutupan pohon global dari semua penyebab justru turun hampir 10%.

Namun, para peneliti mengatakan ini karena kerugian akibat kebakaran hutan turun pada 2022, khususnya di Rusia. Ini tidak dianggap sebagai bagian dari tren jangka panjang. Faktanya, kehilangan tutupan pohon akibat kebakaran umumnya meningkat dalam dua dekade terakhir, dan kebakaran diperkirakan akan menjadi lebih umum di masa mendatang karena perubahan iklim dan perubahan cara penggunaan lahan.

Meskipun menanam pohon bukan istilah baru di masyarakat Kabupaten Kediri, ternyata itu merupakan langkah cerdas dalam mencegah degradasi lingkungan. Selamat menanam pohon!


[1] Michael P. Todaro, Pembangunan Wkonomi di Dunia Ketiga Edisi Keenam, Jilid 1, (Jakarta, Penerbit Erlangga,1998), h.406.

[2] FriedhelmGoeltenboth, “Kerusakan Hutan dan Implikasi bagi Kesinambungan Daya Dukung Lingkungan” dalam Prisma, Nomor 6, 1992, 32.

[3] Ibid.

[4] Ibid., 414-415 dan Development and the Environment (New York: Oxford University Press, 1992), table 1.

[5] https://www.bbc.com/indonesia/dunia-66034123. Diakses pada 26 November 2023 jam 18.55 wib.

[6] Glasgow adalah kota terbesar di Skotlandia. Kota ini terletak di sungai Clyde di daerah dataran rendah Skotlandia. Glasgow merupakan kota tempat dikeluarkannya deklarasi Glasgow tentang hutan dan penggunaan lahan. Deklarasi ini merupakan hasil konferensi perubahan iklim PBB (COP26) Sec- Glasgow 2021. Lihat, https://komitmeniklim.id/deklarasi-pemimpin-glasgow-tentang-hutan-dan-penggunaan-lahan-konferensi-perubahan-iklim-pbb-cop26-sec-glasgow-2021/. Diakses pada 26 November 2023 jam 18.57 wib.

Scroll to Top