Oleh: Yusron, S.Pd., M.Si. (Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri)
Di akhir penghujung tahun ini, saya berusaha mencatat kembali isu-isu kesehatan yang krusial sehingga menjadi trending topic. Isu-isu krusial bidang kesehatan masyarakat seperti penurunan angka stunting, pelayanan kesehatan yang belum merata, hingga kesehatan jiwa, menjadi topik yang harus kita cermati sepanjang 2023 ini. Peneliti kedokteran komunitas dan Ketua Health Collaborative Center, Dr.Ray Wagiu Basrowi menilai, dari banyaknya isu kesehatan, ada tiga topik penting yang seharusnya dicermati yaitu stunting, pelayanan kesehatan primer, dan kesehatan mental. Karena selain dampaknya sangat luar biasa dan menentukan kualitas kesehatan bangsa, isu-isu ini juga menjadi indikator kesehatan (Kompas.com, 12/12/2023).
Stunting
Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia, prevalensi stunting di Indonesia 2022 sebesar 21,6 persen pada anak balita, turun 2.8 persen dari sebelumnya. Angka ini menunjukkan hampir satu dari empat anak balita mengalami stunting, yang mengindikasikan tingkat kekurangan gizi yang signifikan. Agar pencapaian penurunan stunting yang sudah sangat baik dapat di optimasi sehingga orientasi program tidak lagi murni eradikasi berbasis treatment tetapi fokus pada pencegahan.
Akses layanan dan kesehatan jiwa
Isu lain adalah kesehatan jiwa. Apalagi data dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan 1 dari 10 orang Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa harus menjadi isu nasional, sama besarnya dan pentingnya dengan isu stunting, karena dari aspek besaran masalah, kesehatan jiwa itu berkaitan dengan life-cycle yang lebih luas, tidak hanya balita atau populasi seribu hari pertama kehidupan, tetapi semua karakteristik demografi penduduk Indonesia. Berbagai studi juga menunjukkan gangguan kesehatan jiwa bisa menyebabkan kerugian ekonomi. Ia menambahkan, pemerataan akses layanan kesehatan yang berkualitas juga menjadi tantangan besar yang belum bisa diselesaikan sampai saat ini. Investasi indikator pelayanan kesehatan di lini terdepan ini sangat besar dan impact measurement-nya juga diproyeksikan akan turut memperkuat sumberdaya manusia Indonesia menuju bonus demografi (Kompas.com, 12/12/2023).
Transformasi Layanan Kesehatan Primer
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Y. B. Satya Sananugraha (1/9/2023) menyampaikan, transformasi layanan kesehatan primer harus mendapat perhatian khusus serta investasi kesehatan yang besar, dengan fokus kepada promotif dan preventif. Transformasi itu dapat dimulai dari Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posko Kesehatan Desa, Posyandu serta pelibatan fasilitas pelayanan kesehatan swasta.
Menurut Satya (1/9/2023), konsep integrasi pelayanan kesehatan primer menjadi salah satu kunci yang penting untuk mengoptimalkan peran pelayanan kesehatan primer. Ini dilakukan untuk mengatasi berbagai tantangan dalam pencapaian indikator kesehatan nasional.
Satya mengajak, upaya integrasi layanan kesehatan primer harus menjadi tulang punggung perbaikan kualitas kesehatan masyarakat. Masyarakat juga harus menjadi subjek layanan berdasarkan kebutuhan kesehatan dalam siklus hidupnya, bukan pelayanan berbasis program. Hal yang tidak kalah penting, Ia juga menghimbau proses digitalisasi dalam tata kelola pelayanan kesehatan primer yang harus juga dibangun secara beriringan.
Integrasi pelayanan kesehatan primer sendiri merupakan bagian dari transformasi layanan primer yang berfokus pada tiga hal, yaitu siklus hidup sebagai fokus integrasi pelayanan, perluasan layanan kesehatan melalui jejaring hingga tingkat desa dan dusun, serta memperkuat pemantauan wilayah setempat melalui pemantauan dengan dashboard situasi kesehatan per desa. Puskesmas dan Posyandu memiliki peran penting dalam integrasi pelayanan kesehatan primer yang komprehensif dan terpadu melalui berbagai layanan preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat. Berdasarkan data yang ada, dari 10.374 Puskesmas, baru terdapat 54,9 persen Puskesmas yang memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan, sekitar 4.1 persen Puskesmas yang tidak memiliki dokter, 43,71 persen Puskesmas memiliki prasarana sesuai standar, dan 51,35% Puskesmas memiliki alat kesehatan standar. Disamping itu, kelengkapan sembilan jenis tenaga kesehatan di Puskesmas masih belum merata antar wilayah. Persoalan ini memerlukan upaya untuk mendekatkan layanan kesehatan kepada masyarakat melalui perluasan jejaring pelayanan kesehatan primer yang kompehensif dan berkualitas kepada masyarakat (Satya,2023).[*]